Senin, 17 Agustus 2020

Novel 2020

Menyerempet mobil mewah dan mahal di jalan, apa yang akan kamu lakukan? Minta maaf dan mengganti biaya kerusakan? Atau apa?
Yang dialami Vanessa adalah saat hari pertama bekerja dan buru buru tanpa sengaja menyerempet mobil mewah milik Tristan, seorang pengusaha untungnya Vanessa tak dimintai ganti rugi, tapi semua tak berakhir disini, masih ada pertemuan berikutnya dengan Tristan yang mendekatkan mereka. Apakah Vanessa akan bisa membuat Tristan yang sudah trauma berhubungan dengan wanita jatuh cinta? Atau sebaliknya?.
Apakah cinta mereka cinta sejati?
"Aku sudah bilang itu sejak kemarin Vir, tapi kamu tidak mau mendengarnya," jawab Tristan.
"Tapi bagaimana bisa gadis seperti dia mengubahmu sedemikian rupa?"
"Itulah yang dinamakan cinta sejati, bukan berubah demi seseorang tapi berubah menjadi pribadi yang lebih baik agar layak untuk orang yang dicintainya."
******
"mamaaaaa........."
Nessa berlari masuk ke dalam rumah mencari mamanya, sang mama sedang memasak untuk makan malam di dapur dibantu seorang ART, Nessa memeluk sang mama dari belakang membuat mamanya terkejut.
"Ih nih anak kebiasaan suka ngagetin, ada apa sih sayang?" Tanya sang mama
"Aku diterima ma....aku masuk."
"Diterima apa?, masuk kemana sih yang jelas dong Nessa, mama bingung nih."
"Ih mama gitu deh." ucap Nessa merengut
Mama Anaya yang faham watak anaknya yang manja membalikkan badannya.
"Pulang pulang ngambek, bik tolong lanjutin ya masaknya, saya mau bicara sama Nessa dulu." mama Anaya mencuci tangannya dan mengajak Nessa ke ruang keluarga.
"Coba cerita ke mama ada apa?"
"Begini ma, Nessa diterima bekerja di RS Mutiara, bayangkan ma rumah sakit Mutiara," ucap Nessa dengan wajah berbinar
"Kenapa Nessa gak bantu mama di klinik saja sih dek, kenapa harus kerja sama orang?"
"Yaahh mama, nggak enak dong kerja sama mama sendiri, ntar Nessa seenaknya lagi kalau kerja. Nah kalau kerja sama orang Nessa bisa disiplin,"
"Hemm.... Putri mama udah gede nih, dikurangin manjanya ya sayang,"
"Nggak apa apa dong ma kalau manja sama mama dan papa, Abang nggak pulang ma?, kan juga udah selesai kuliahnya."
"Abang Angga kan lulusnya cumlaude jadi ada firma hukum disana yang ajak dia bergabung," jawab mama Anaya.
"Di England?"
"Iya."
"Yaahh udah lama nggak bertemu, udah wisuda malah nggak pulang. Abang mah nggak sayang Ama adek, pulang kek bentaran."
"Ih adek nggak boleh bilang gitu ah, Abang sayang lah Ama adek, Ama Ryando juga tapi emang belum sempat. Kapan kapan Nessa aja yang datengin Abang disana."
"Ya Nessa kan baru mau Masuk kerja ma pasti belum boleh kah libur Lama, ya udah deh ma aku ke atas dulu ya."
"Habis bersihkan diri turun ya dek makan malam, papa juga bentar lagi pulang kok."
"Ok ma."
Oooo----oooO
Keluarga Nessa sudah berkumpul meja makan, papa Dzakka, mama Anaya, Nessa dan si bungsu Ryando minus Abang Angga yang sedang berada di London yang kuliah hukum mengikuti jejak sang papa dan sedang meniti karier di firma hukum ternama disana.
"Pa....Nessa udah mulai kerja Minggu depan."
"Oh ya, bantuin mama di klinik?" Tanya papa Dzakka
Mama Anaya menggeleng.
"Lalu?"
"Di rumah sakit Mutiara pa," jawab Nessa.
"Beneran kak? Itu kan rumah sakit elite," ucap Ryando.
"Beneran dek, masa kakak bohong."
"Bagus itu kak, Kakak hebat. Anak siapa dulu dong, anak papa."
"Eits........anak mama juga dong, kan mama yang bawa 9 bulan," ucap mama Anaya tak mau kalah
"Gitu deh kak Nessa di rebutin, Ryando nggak nih?", tanya Ryando pura pura ngambek.
"Ih ih si bontot ngambek ma," ledek Nessa.
"Ryando kan juga anak kesayangan papa dan mama sayang," bujuk mama Anaya.
"Kalau Ryando habis ini juga kan lulus SMA, mau ambil jurusan apa sayang?" Tambah mama AnayaAnaya.
"Apa mau seperti Abang Angga, ambil hukum di luar?"
"Enggak ah pa, Ryando mau di dalam negeri aja. Mau ke UI aja, boleh kan pa?"
Mama Anaya dan papa Dzakka saling pandang
"Nggak apa apa dong sayang, mau ambil jurusan apa?" Tanya mama Anaya.
"Jurusan teknik ma, boleh?"
"Ya boleh dong kenapa enggak, ya kan ma. Tidak harus ikut jejak papa jadi lawyer atau dokter seperti mama."
"Makasih ya pa ma," ucap Ryando.
"Iya sayang."
Oooo----oooO
"Ma.... aku bawa motor aja ya ma?"
Ucap Nessa saat sarapan bersama mama Anaya, papa Dzakka dan Ryando sudah pergi lebih dulu, tinggal Nessa yang belum berangkat.
"Nggak naik mobil aja sayang?"
"Nggak ma, hari Senin begini pasti macet takut telat. Masa hari pertama kerja udah telat aja. Jelek dong reputasi Nessa di hari pertama kerja."
"Iya tapi Nessa hati hati ya pakai motor gitu, remnya harus pakem kalau nggak bisa nabrak kamu."
"Beres ma, udah Nessa bawa ke bengkel kok kemarin, pakem deh. Oh ya ma nanti pulang kerja Nessa ke dojo opa Roy ya. Kan jadwal Nessa latihan."
"Iya hati hati pulangnya sayang, bukannya Ryando juga waktunya latihan?"
"Nggak ma Ryando milih hari Selasa, Kamis, Sabtu latihannya. Kalo Nessa Senin, Rabu Jumat."
Selesai sarapan Nessa segera menuju garasi dan menaiki motor sportnya yang dulu di pakai mama Anaya yang kini diwariskan pada Nessa, sedangkan Ryando lebih senang membawa mobil.
Nessa memacu motornya dengan kencang hingga di jalanan yang sudah mulai macet, beberapa kali Nessa hampir mau menyerempet mobil yang dilaluinya tapi untunglah ia bisa mengendalikan motornya. Sampai di suatu tikungan motornya benar benar menyerempet sebuah mobil mewah, mobil Lamborghini Veneno warna silver
"Mampus gue, nyerempet mobil mewah lagi. Aduh papa bisa marah besar nih kalau tau," gumam Nessa yang menghentikan motornya. Bagaimanapun ia harus bertanggung jawab atas kejadian tersebut. Ia menstandartkan motornya dan berjalan mendekati mobil Lamborghini Veneno yang juga telah berhenti menyadari telah di serempet yang membuat garis lurus Disisi kanan mobil. Si pengemudi turun dan melihat jejak serempetan dan menggelengkan kepala dengan wajah panik. Nessa mendekatinya.
"Maafkan saya pak, saya nggak sengaja."
Ucap Nessa
"Aduh mbak bagaimana ini?, bisa ngamuk bos saya lihat mobilnya Seperti ini," ucap si pengemudi yang seorang supir dengan wajah pucat
"Ya udah biar nanti saya yang bayar biaya perbaikannya pak, bapak jangan takut."
"Bukan begitu mbak, bos saya itu orangnya keras. Bisa dipecat saya."
"Ya sudah biar saya yang bicara sama bosnya pak, kan memang saya yang salah."
Seorang pria keluar dari jok sebelah sopir, dengan gaya khas executive muda dengan kemeja dan jas yang limited edition, dengan sepatu mengkilap.
"Ada apa ini pak Udin?" Tanyanya.
"Ini pak Tristan.....itu.....itu......," Pak Udin berbicara tergagap dengan telunjuk mengarah ke body mobil yang diserempet motor Nessa.
Si empunya mobil langsung terbelalak melihatnya
"Kenapa bisa sampai seperti ini, pak Udin tidak hati hati nyetirnya?" Ucapnya dengan nada tinggi.
"Mbak ini pak yang nyerempet."
Tristan menoleh ke arah Nessa yang berdiri di sebelah pak Udin.
"Oh jadi kamu yang membuat mobil saya jadi seperti ini?"
"Iya pak saya minta maaf, saya akan bayar biaya perbaikannya," ucap Nessa hati hati
"Kamu pikir ini mobil murahan yang bisa di perbaiki hanya dengan uang ratusan ribu.?, Ini mobil limited edition yang hanya ada beberapa saja di seluruh dunia dan harus mendatangkan ahlinya dari Italy untuk perbaikan. Apa kamu mampu?, Saya lihat kamu hanya anak kuliahan yang pasti masih minta uang saku pada kedua orangtua kamu," ucap Tristan
Nessa Mencengkeram jaketnya menahan amarahnya, kalau saja bukan dia yang salah pasti sudah ia balas omongan Tristan yang pedas, tapi sayangnya ia tidak bisa karena mama dan papanya mengajarkan mengakui kesalahan walau sulit.
"Lalu apa mau bapak?"
"Sudahlah kamu pergi saja, percuma saya minta pertanggungjawaban dari kamu. Saya tidak ingin kedua orangtua kamu terkena serangan jantung mendengar besarnya biaya perbaikan mobil saya. Tapi ingat kalau lain kali kita bertemu saya akan minta pertanggungjawaban dalam bentuk lain, jadi usahakan jangan pernah bertemu dengan saya," ucap Tristan sambil kembali masuk mobilnya diikuti pak Udin. Mobil Lamborghini Veneno tersebut langsung meluncur pergi meninggalkan Nessa yang masih berdiri di pinggir jalan.
"Ih pede banget jadi orang, siapa juga mau ketemu sama orang songong kayak situ! ogah banget gue," gerutu Nessa yang kemudian melangkah ke motornya dan melajukannya dengan kecepatan tinggi karena ia hampir terlambat kerja di hari pertamanya.
Di area parkir rumah sakit, dengan tergesa ia parkirkan motornya dan berlari masuk ke dalam rumah sakit, tetapi larinya tertahan karena seseorang memanggilnya.
"Nessa......... Gabriela Vanessa Putri."
Nessa berhenti dan menoleh ke sumber suara
"Iya..... siapa ya?" Jawab Nessa.
Seorang gadis seusianya berada di depannya
"Ini aku......", Seru gadis itu sambil mengikat rambut ekor kuda dengan tangannya
"Emma......, Emmanuelle Andreana?"
"Yes ini aku."
"Emma.....", Nessa menghambur memeluk Emma
"Kamu kok disini Em?" Tanya Nessa.
"Iya aku mulai kerja di rumah sakit ini sebagai dokter."
"Beneran? sama dong, aku juga Em."
"Wah asyik kita berdua lagi, ya udah kita masuk yuk ntar kita terlambat lagi dihari pertama kerja."
"Yuk, ntar kita ngobrol ngobrol lagi", pungkas Nessa dan berjalan beriringan dengan Emma memasuki lobby rumah sakit.
Cast :
Gabriela Vanessa Putri
Tristan Rajendra Aryasatya
Emmanuelle Andreana
Arga Putra Wijaya
Saat jam makan siang, Nessa dan Emma menikmati makannya di kantin rumah sakit. Untung tadi pagi mereka tepat waktu datang sehingga tidak terkena sangsi di hari pertama bekerja. Sebagai dokter baru di rumah sakit Mutiara, hari pertama mereka masih mempelajari detail dan fasilitas rumah sakit, belum sepenuhnya bekerja. Hanya sesekali mendampingi dokter senior memeriksa pasien.
Em..., Elo kok beda banget sekarang?"
"Beda gimana sih Ness?"
"Iya, ini....ini. .beda dari Emma yang aku kenal saat SMA dulu," ucap Nessa sambil memegang rambut dan gaya pakaian Emma.  Emma adalah sahabat Nessa di SMA dulu yang beda dari saat ini dihadapannya, Emma yang dulu adalah gadis pendiam, berkacamata tebal dan berpakaian kurang modis, walau begitu Emma sama cerdasnya dengan Nessa hingga sama sama kuliah di fakultas kedokteran, bedanya Emma ambil kedokteran di Surabaya sedangkan Nessa tetap di Jakarta hingga mereka lost contacts dan bertemu lagi pagi tadi.
"Ya namanya orang Ness, ada lah sedikit perubahan. Menurut kamu gimana, cantik nggak aku gaya seperti ini?"
"Keren abis pokoknya, tapi bahasa Lo males ah aku kamu gitu. Biasanya elo gue juga."
"Ah itu karena hampir 6 tahun di Surabaya, jadi Lo gue nya ilang, tapi ntar juga balik lagi gaul Ama kamu."
"Ih omongan lo, kayak gue slengean banget deh." keduanya terkekeh bersama.
"Oh ya Ness, aku denger Arga ambil kedokteran juga di Aussie."
"Mmmm....oh ya?"
"Gitu amat sih respon lo."
"Trus gue harus gimana, prinsip gue itu buanglah mantan pada tempatnya."
"Kalau dia mau balikan Ama elo gimana, lo Terima gak?"
"Tuh kan ngomongnya lo udah ketularan slengean gue hahaha."
"Ih sukanya ngalihin pembicaraan deh."
"Enggak lah Em, gue nggak mau."
"Kenapa?"
"Ya nggak mau aja. Udah ah malah bahas mantan sih."
"Kapan kapan kita hang out bareng yuk Ness, kan lama kita nggak jalan bareng."
"Boleh, ntar kalau jadwal libur ya."
"Ok sip."
"Ya udah, jam makan siang dah mau abis, balik yuk."
"Ayo."
Oooo----oooO
Tristan turun dari mobilnya tepat di depan lobby kantor, ia bergegas masuk ke dalam lobby dan segera masuk ke lift untuk menuju kantornya di lantai 11, ia berjalan tanpa membalas sapaan karyawannya yang ia lewati di lobby. Kejadian di jalan yang menyebabkan mobilnya terdapat tanda garis lurus di sebelah kanan membuatnya gusar, bukan karena berapa banyak biaya yang akan dikeluarkannya yang mungkin berkisar ratusan juta, tapi karena ia tak akan bisa memakai mobil tersebut untuk beberapa lama karena dalam masa perbaikan.
Sesampainya di ruangannya, ia membanting tubuhnya di kursi. Karen sekertarisnya yang mengikutinya saat masuk langsung terhenyak menyadari big bosnya sedang marah besar. Karen yang akan memberikan beberapa berkas laporan mulai gamang apa yang akan dia lakukan, ia tahu betul jika big bos marah seharian ini akan jadi hari yang buruk baginya ataupun bagi kepala divisi yang menemuinya. Karen memundurkan langkahnya berniat keluar dari ruangan big bos.
"Karen, kamu mau kemana? Mana berkasnya?" Tanya Tristan.
"I....iya pak," jawab Karen yang kemudian melangkahkan kakinya ke meja kerja Tristan.
"Saya fikir bapak lagi marah, makanya saya mau keluar dulu nunggu marah bapak reda."
"Darimana kamu tahu saya sedang marah?"
"Ya tahu lah pak, gelagat bapak sudah memberitahu kami semua."
Tristan tergelak mendengar jawaban Karen.
"Seseram itukah saya Dimata kalian?"
"Ya begitulah pak, jadi bisa nggak bapak jangan sering marah marah biar suasana kantor nggak serem."
"Nggak!, kamu boleh kembali ke meja kamu."
Karen dengan cepat kembali ke meja kerjanya sebelum mendapatkan amarah yang lebih seram.
Tristan mulai membuka buka berkas yang diberikan Karen dan membacanya dengan teliti.
Tristan Rajendra Aryasatya, 30 tahun seorang pengusaha muda yang tangguh dan disegani lawan bisnisnya, semua tender selalu dimenangkannya jika Tristan langsung yang ikut negosiasi.
Tristan mengeluarkan handphone dari saku jasnya dan menelepon seseorang.
"Hallo....."
"..............."
"Iya gue butuh bantuan lo."
".............."
"Mobil gue tadi pagi diserempet motor, lo ambil di kantor trus lo urus semuanya. Pusing gue mikirnya."
"..............."
"Iya gue tahu."
". ........... "
"Ya enggaklah, gue lihat tuh cewek sepertinya masih anak kuliahan, bisa serangan jantung bokap nyokap dia gue kasih tagihan perbaikan mobil Lamborghini gue."
"..............."
"Nggak juga, ntar kalau gue ketemu lagi sama dia ya gue tagih pertanggungjawaban cewek itu."
". ....... ......"
"Ok, thank you ya."
Tristan menutup teleponnya dan kembali berkutat dengan pekerjaannya.
Oooo----oooO
Nessa berlatih di di Dojo opa Roy, ia melatih tendangan, kuda kuda dan pukulannya, walau sudah memegang sabuk hitam tetapi ia tak pernah absen berlatih seminggu 3 kali. Sejak kecil mama dan papanya mewajibkan putra putrinya berlatih bela diri untuk membekali diri bila sesuatu terjadi pada mereka, Nessa dan Ryando memilih karate sedangkan Angga memilih muathai.
Nessa berlatih kurang lebih 1,5 jam bersama beberapa orang lainnya, Setelah berlatih ia langsung pulang karena ia takut mamanya khawatir.
Sesampainya di rumah, Nessa jadi lebih pendiam dari biasanya saat makan malam ia hanya mengaduk aduk makanannya saja, ia memikirkan jika pemilik mobil minta ganti rugi pada papanya, yang pasti papanya akan sangat marah besar karena biaya perbaikan Lamborghini Veneno pasti menghabiskan ratusan juta, bisa saja pemilik mobil bilang tidak akan minta pertanggungjawaban tapi hati dan fikirannya bisa saja berubah dan minta ganti rugi, apa yang harus ia katakan.
"Sayang......kamu kenapa, kok nggak dimakan makanannya malah di aduk aduk," tanya mama Anaya. Nessa yang masih bergelut dengan fikirannya tak mendengar panggilan mamanya hingga papa Dzakka ikut memanggilnya
"Nessa sayang, apa yang kamu pikirkan, kenapa makanannya dia aduk terus," tegur papa Dzakka, Nessa masih belum memberi respon hingga Ryando yang ada disebelahnya menyenggol lengannya yang mengagetkan Nessa dan melotot pada adiknya itu.
"Apaan sih, ngagetin aja."
"Itu ditanya papa dan mama dari tadi di panggilin juga."
Nessa segera berpaling memandang mana Anaya dan papa Dzakka yang ada di hadapannya.
"Kamu kenapa sih sayang, ada masalah di tempat kerja?"..
"Enggak kok pa, ma nggak ada masalah."
"Lalu kenapa kamu jadi pendiam gini, biasanya juga cerewet," ucap mama Anaya
"Ih mama kok Nessa dibilang cerewet."
"Emang cerewet kok," tambah Ryando
"Kalau Nessa ada masalah cerita sama mama atau sama papa, jangan di pendam sendiri ya sayang."
"Iya ma Nessa janji."
Setelah makan malam, Nessa langsung masuk kamar dan memutuskan beristirahat, ia akan fikirkan nanti apa yang akan ia lakukan jika si pemilik mobil yang ia serempet minta ganti rugi. Dan satu yang pasti ia tak ingin meminta pada mama dan papanya, ia akan berusaha sendiri bagaimanapun caranya. Ia mengambil laptop miliknya di meja belajarnya ia perlu bicara dengan saudara kembarnya, ia memilih untuk Skype, tapi di London masih jam kerja apakah abangnya mau di ajak Skype, tapi Nessa berfikir ini layak dicoba. Skype tersambung dan ternyata Angga mau menjawab skype Nessa.
"Kenapa dek?, kok Skype jam segini, Abang masih kerja ini."
"Iya Nessa tau tapi Nessa nggak tahu harus ngomong sama siapa, ngomong sama mama dan papa juga gak mungkin bang."
"Emang kamu ada masalah apa?, Abang juga dari tadi perasaan nggak enak terus. Abang fikir pasti ada sesuatu yang terjadi sama kamu."
"Iyalah bang, biasanya juga gitu namanya juga twin."
"Terus masalahnya apa?."
"Aku kan udah pernah bilang ke Abang kalau aku diterima bekerja di rumah sakit Mutiara, dan hari ini hari pertama aku kerja. Tadi aku keukeuh bawa motor sport, sebenarnya gak dibolehin Ama mama terus di jalan aku nyerempet mobil bang."
"Tinggal ganti rugi aja sih dek, susah amat."
"Nah itu masalahnya bang, yang aku serempet itu mobil Lamborghini Veneno bang." ucap Nessa dengan muka mau menangis.
"Whaaaat........!!!!!"
Nessa mengangguk pelan
"Busyet dek, itu mobil cuma ada 3 di dunia dan yang jelas biaya perbaikan gak cukup puluhan juta."
"Nessa tahu itu kak, makanya ini Nessa bingun."
"Pemiliknya pasti bukan orang sembarangan tuh dek, dia minta pertanggungjawaban Sama kamu?"
"Iya pemiliknya sepertinya pengusaha sukses kak, tadi Nessa menawarkan bertanggungjawab tapi dia menolak."
"Seriusan dek?"
"Iya, dia bilang kasihan ortu Nessa kalau disuruh ganti biaya perbaikan bisa kena serangan jantung katanya, songong gak tuh orang."
"Hahahaha....... penghinaan banget tuh dek, emang dia nggak tau ortu kita?"
"Ya enggak lah kak, ngapain aku bilang bilang sama dia."
"Ih sewot amat jawabnya, lalu gimana?"
"Tapi disaat terakhir dia bilang kalau suatu saat ketemu aku lagi, dia akan minta ganti rugi dalam bentuk lain."
"Maksudnya bentuk lain apa?"
"Nggak tau lah bang."
"Ya udah nggak usah difikirkan, semoga aja kamu nggak ketemu lagi sama tuh orang."
"Tapi kalau, kalau aku benar-benar ketemu nanti gimana?"
"Ya udah itu kita fikirin nanti aja, Abang mau kerja lagi ya. Bye."
Tristan berjalan memasuki rumah mewahnya di kawasan elite, ia tinggal bersama mamanya karena papanya sudah meninggal dunia saat usianya masih balita, ia dibesarkan oleh sang mama karenanya ia sangat menyayangi mamanya tersebut.
Karena dukungan sang mama lah ia bisa sukses sampai saat ini menjadi pengusaha muda yang sukses dan disegani lawan bisnisnya.
Tristan melangkah ke lantai 2 dimana kamar mamanya berada, setiap pulang kantor dia selalu menyempatkan diri menemui mamanya. Dilihatnya sang mama sedang duduk di tepian ranjang.
"Ma......."
"Tristan, sudah pulang nak?"
"Iya, mama belum istirahat?, sudah malam ma."
"Iya ini mama mau tidur."
"Mama sudah minum obatnya?"
"Sudah, tadi bibik udah berikan obat mama yang sebelum tidur, kamu duduk sini dulu sayang," ucap sang mama.
Tristan menuruti ucapan mamanya dan duduk di sebelah mamanya.
"Usia kamu sudah matang sayang, mama juga mau segera menimang cucu dari kamu."
Tristan hanya diam, mamanya sering membahas hal ini berkali kali tapi tetap saja ia tak bisa mengabulkan permintaan mamanya untuk segera menikah. Ia pernah menjalin hubungan dengan seorang wanita yang mungkin wanita satu satunya yang dicintainya, tetapi wanita itu menghianatinya dengan berselingkuh dengan pria yang lebih kaya. Memang saat itu ia masih merintis usaha, ia berfikir wanita itu akan mendukungnya hingga sukses, tapi ia salah. Wanita itu berselingkuh dengan rekan bisnisnya yang lebih sukses membuatnya tidak ingin menjalin hubungan khusus dengan wanita lagi.
Hal ini membuat sang mama khawatir putranya tersebut menjadi tak ingin menikah.
"Tristan kan sudah bilang ma, Tristan belum ingin menikah."
"Tapi mama takut usia mama tak Sampai dimana kamu akan menikah."
"Sssstttt mama jangan bilang seperti itu ma", ucap Tristan sambil meletakkan telunjuknya di bibir mamanya.
"Makanya kamu cepat cari istri nak."
Tristan menghela nafas.
"Iya nanti Tristan segera cari pasangan ya, mama jangan terlalu berfikir tentang itu."
"Janji?"
"Iya Tristan janji, sekarang mama istirahat," ucap tristan merebahkan tubuh mamanya dan menyelimutinya, ia segera keluar dari kamar mamanya dan menuju kamar tidurnya yang berada disebelah kamar mamanya, ia membersihkan diri di kamar mandi dan langsung merebahkan diri. Tubuhnya terasa penat setelah bekerja seharian, tak lama ia langsung terlelap.
Tristan berjalan memasuki sebuah resto, ia memilih meja di pinggir agar bisa mengetahui setiap orang yang masuk resto. Tak lama ada seorang wanita yang sangat dikenalnya tapi ia tak sendiri, ia menggandeng mesra seorang pria yang juga dikenalnya. Ia segera berdiri dan mendekati mereka
"Vira..... Andre . ........," sapanya pada keduanya.
"Tristan.....," berbarengan keduanya berucap.
Tristan menggelengkan kepalanya menatap dua sejoli itu.
"Aku tidak menyangka kamu tega Vir melakukan ini sama aku."
"Maafkan aku Tan, aku nggak bisa menunggumu merintis usaha dari bawah. Sampai kapan aku harus menunggu, 10 tahun, 15 tahun. Itu terlalu lama Tan buat aku. Maaf aku harus meninggalkanmu seperti ini."
Vira dan Andre menjauh dari Tristan
"Tunggu......Vira.....tungguuuuu!!!!"
Tristan terbangun dengan keringat mengucur di dahinya, bayangan perselingkuhan Vira selalu membayangi dirinya. Sungguh Tristan tak ingin bayangan tersebut mendatanginya tetapi selalu saja saat mamanya membahas soal pasangan bayangan itu datang. Tristan melihat jam dinding digital dikamarnya masih menunjukkan pukul 2 pagi, tapi ia sudah tak mengantuk lagi.
Tristan keluar dari kamarnya dan menuju halaman belakang yang terdapat kolam renang. Untuk menghilangkan fikiran fikiran tentang Vira ia pun berenang beberapa putaran. Mama Tristan yang mendengar suara gemericik di kolam renang terbangun dan melihat dari jendela. Ia merasa sedih melihat putra satu-satunya memiliki trauma dengan hubungan cinta penyakit jantung yang di deritanya membuatnya takut jika suatu saat mendapat serangan jantung mendadak dia tidak akan mendapatkan kesempatan melihat putranya menikah.
Oooo----oooO
2 bulan sudah Nessa dan Emma bekerja di rumah sakit Mutiara, awalnya mereka hanya menjadi pendamping dokter senior sampai kemudian mereka sudah diijinkan melakukan pemeriksaan sendiri di dampingi suster. Saat ini Nessa dan Emma berada di kantor piket untuk ruang rawat lantai 3, yaitu ruang VVIP. giliran piket mereka bergantian kadang di lantai 2 yaitu ruang rawat kelas 1 atau di lantai dasar yaitu ruang rawat kelas 2 dan kelas 3.
"Dokter Nessa dan dokter Emma, waktunya pemeriksaan umum bagi pasien."
"Iya sus, kami siap siap dulu ya."
Nessa dan Emma memakai masker masing masing dan beranjak meninggalkan kantor perawat, Nessa mengarah ke kanan sedangkan Emma mengarah ke kiri. Pemeriksaan rutin berjalan lancar sampai ruangan terakhir di ujung koridor. Nessa memasuki ruangan dimana seorang ibu berbaring lemah, ia sendirian tanpa ada seseorang yang menungguinya.
"Ibu ini kenapa sus?" Tanya Nessa
"Kena serangan jantung dok, baru masuk pagi ini."
"Oh....ini keluarganya nggak ada yang nungguin?"
"Tadi ada pembantunya, sepertinya lagi turun sebentar."
"Untungnya serangan jantung ringan jadi tidak fatal sus, kita tunggu saja keluarganya sampai datang kasihan kalau ditinggal sendirian."
"Kasihan banget ibu ini, sendirian terbaring di rumah sakit. Jadi inget mama," batin Nessa
Tak lama pintu terbuka dan seorang wanita tua masuk dengan seorang pria, yang membuat Nessa terbelalak mengetahui siapa pria itu.
"Bagaimana keadaan ibu saya dok?" tanya pria tersebut yang tak lain adalah Tristan.
"Ibu anda hanya kena serangan jantung ringan, jadi tidak usah kuatir," ucap Nessa dengan suara sedikit bergetar takut Tristan mengenalinya.
"Oh begitu ya dok, baiklah terima kasih."
"Saya permisi," pamit Nessa.
Nessa dan suster melangkah akan meninggalkan kamar hingga Tristan menghentikannya.
"Tunggu......"
Membuat Nessa diam terpaku ditempatnya, keringat dingin mengalir di pelipisnya dia berdoa dalam hati agar Tristan tak mengenalinya.
"Dengan dokter siapa saya bicara?" tanya Tristan mendekati Nessa dan mengulurkan tangannya.
"Saya dokter Vanessa," jawab Nessa menjabat tangan Tristan dan langsung pamit keluar.
Nessa berjalan dengan cepat menuju kantor perawat dan segera mengambil minuman, dibukanya masker dari mulutnya dan langsung menenggaknya air tersebut sampai habis. Suster yang bersamanya melihatnya tak berkedip.
"Dokter Nessa kenapa, seperti habis lari maraton."
"Ini melebihi lari maraton sus, habis dikejar setan."
"Ih ada ada aja dok."
Nessa bersyukur Tristan tak mengenalinya, bisa habis dia kalau Tristan mengenalinya. Dia kan belum mengumpulkan uang untuk mengganti perbaikan mobil. Emma datang ke Kantor perawat dan melihat Nessa yang pucat.
"Elo kenapa Ness?, Lo sakit kok pucat banget muka Lo?"
"Aduh apes banget gue Em hari ini."
"Apes kenapa sih."
"Panjang ceritanya Em, nggak tau harus mulai darimana."
"Ya udah gue dengerin, kita kan udah kelar pemeriksaannya."
Akhirnya Nessa bercerita tentang insiden motornya menyerempet mobil Tristan 2 bulan lalu dan omongan Tristan tentang permintaan pertanggungjawaban dalam bentuk lain jika ketemu lagi.
"Maksudnya bentuk lain itu apa Ness?"
"Lah itu Em, gue takut dia minta yang macem macem gitu."
"Permisi......"  Sebuah suara menghentikan obrolan keduanya. Nessa yang duduk membelakangi pintu panik karena suara yang ia dengan adalah suara Tristan yang tadi ia temui di kamar pasien, untungnya ada Emma yang menghadap pintu
"Iya pak bisa saya bantu?" tanya EmmaEmma.
"Maaf merepotkan dokter, ini kartu nama saya," ucap Tristan sambil menyerahkan kartu namanya pada Emma.
"Saya tidak bisa selalu menjaga mama saya jadi tolong jika ada apa apa hubungi saya di nomor yang ada disini."
"Oh baik pak."
"Terima kasih."
"Sama sama".
Tristan beranjak meninggalkan kantor perawat menuju kamar mamanya.
Sepeninggal Tristan, Emma langsung tertawa terbahak-bahak.
"Elo lucu banget sih Ness, diam nggak bergerak gitu."
"Udah deh Em nggak usah rese lo."
"Iya sorry sorry, coba kita lihat siapa sebenarnya orang yang mobilnya elo serempet mobilnya," ucap Emma sambil membaca kartu nama yang diberikan Tristan
"Tristan Rajendra Aryasatya, CEO PT. megah Karya Utama, nama yang bagus. Eh wait..... sepertinya pernah dengar nama ini, dimana ya?" Emma mengetuk dahinya mencoba mengingat
"Oh my God Ness!!!"
"Apaan sih Em, ngagetin aja lo."
"Nih orang gue kenal Ness, dia itu pengusaha muda terkenal loh masa Lo nggak tau sih."
"Nggak tahu." ucap Nessa cuek
"Dasar Lo, gue pernah lihat profil nih orang di majalah bisnis bokap gue tau."
"Lalu kenapa?"
"Yah mobil Lamborghini Veneno yang elo serempet itu cuma ada 3 di dunia ini Ness, salah satunya punya pak Tristan ini."
"Gue tahu, makanya habis nyerempet mobil dia gue pusing gimana kalau tiba tiba dia berubah fikiran dan minta ganti rugi."
"Kenapa mesti pusing sih Ness, bokap Lo pengacara terkenal tajir pula, uang ratusan juta mah kecil."
"Enak aja lo bilang kecil, gede tau. Lagipula gue nggak mau bokap nyokap tau kejadian ini dan kepikiran, gue mau urus sendiri. Paling gue kemarin curhat ama Abang gue."
"Eh iya Abang Lo kemana kok elo nggak pernah cerita?"
"Oh.....Abang Angga ambil hukum di London terus sekarang kerja di firma hukum disana juga."
"Wah hebat si Angga, ngikutin jejak bokap Lo sedangkan elo ngikutin jejak nyokap elo, emang keluarga hebat," pungkas Emma
Hari ini Nessa piket malam di lantai 3 sedangkan Emma di lantai 1, Nessa piket bersama 2 dokter senior hanya dia sendiri yang junior. Tepat pukul 9 malam Nessa mulai melakukan pemeriksaan rutin, oleh dokter senior ia diberi tugas menangani kamar ujung yang adalah kamar mama Tristan, Nessa ingin menolak tapi tak kuasa karena ini adalah tugasnya. Ia berjalan setengah hati menuju kamar itu, ia ditemani oleh seorang suster yang membawa record kesehatan pasien.
Nessa membuka pintu kamar dan masuk, ia hanya melihat pembantu rumah tangga yang kemarin ia lihat sedangkan Tristan tidak ada disana membuat Nessa bernafas lega. Tapi sebelum ia mendekati ranjang pasien, mengalami serangan Jantung hingga kejang membuat bibik yang menungguinya panik, Nessa meminta bibik menunggu di luar sehingga ia bisa menangani pasien dengan tenang. Untunglah dengan pengetahuan ilmu kedokteran yang mumpuni, walau belum pernah menangani pasien penyakit jantung seorang diri tetapi Nessa berhasil menangani mama Tristan dengan baik sehingga kondisinya menjadi stabil kembali.
"Alhamdulillah dok, dokter bisa menangani sendiri sebelum saya memanggil dokter senior. Dokter Nessa hebat loh belum pernah ada dokter muda yang bisa menangani pasien serangan jantung dengan baik seperti tadi."
"Ah suster bisa aja, saya tadi takut loh takut gagal menyelamatkan pasien."
"Selamat ya dokter Nessa."
"Ah nggak usah di besar besarkan sus, ya sudah kita keluar," ucap Nessa.
Nessa dan suster keluar dan meminta bibik masuk Untuk menjaga pasien, Nessa meminta bibik segera melapor ke kantor suster bila ada apa apa dengan pasien.
Oooo----oooO
Berita berhasilnya Nessa menangani pasien penyakit jantung yang sedang mengalami serangan menyebar keseluruhan rumah sakit, hampir seluruh karyawan, suster dan dokter memberi selamat setiap berpapasan dengan Nessa, seperti siang ini Nessa dan Emma berjalan menuju kantin rumah sakit untuk makan siang, di setiap tikungan ada saja yang memberinya selamat.
"Hebat banget lo Ness, jadi terkenal seantero rumah sakit Mutiara,"
"Ih terkenal, emangnya artis apa?"
"Bukan gitu, gak rugi elo jadi anak mama Anaya doker hebat."
"Gue mah belum apa apa kalau dibandingkan dengan nyokap Em."
"Oh ya, elo tau nggak nyokap pak Tristan udah pulang pagi tadi?"
"Oh ya? Syukur deh jadi gue udah tenang nggak perlu ketemu tuh orang songong lagi."
"Eh Ness, elo jangan terlalu Benci gitu ama orang, ntar malah jatuh cinta loh."
"Ih amit amit jatuh cinta Ama dia, ogah, udah ah yuk makan. Ntar ilang nafsu makan gue ngomongin dia."
Saat pulang ke rumah, Nessa heran karena di meja makan terdapat makna kesukaannya terong balado dan ikan mujair. Ia naik ke kamarnya untuk mandi dan turun untuk makan malam satu jam kemudian, saat ia memasuki ruang makan sudah ada mama, papa dan Ryando duduk disana.
"Ada acara apaan ma, kok ada makanan favorit Nessa?"
"Ini untuk merayakan keberhasilan kamu sayang."
"Keberhasilan?, Keberhasilan yang mana?" Wisuda kan udah lama ma."
"Keberhasilan menangani pasien penyakit jantung kemarin sayang."
"Ya Allah, nyampai juga beritanya ke rumah, mama tahu dari mana sih?"
"Ada lah yang kasih tau, kamu nggak perlu tahu siapa yang kasih tahu mama, yuk ah kita makan."
Nessa pun menurut dan duduk di sebelah Ryando duduk.
Oooo----oooO
"Sepertinya ibu perlu dijaga seorang dokter tuan". ucap bibik, pembantu di rumah Tristan
"Kenapa bik, bibik nggak sanggup jaga mama?"
"Bukan itu maksud saya tuan, tapi jaga jaga apabila ibu terkena serangan mendadak seperti waktu itu."
"Bibik benar juga, oh ya waktu itu bibik jagain mama kan lalu mama mendapatkan serangan jantung dan ada dokter yang bisa dengan cekatan menangani mama".
"Iya tuan dokter itu aja yang jagain ibu, namanya dokter Vanessa tuan. Tapi apa boleh tuan sama rumah sakit Mutiara kalau dia jagain ibu?"
"Bibik tenang itu bisa saya atur." ucap Tristan mantap.
Tristan kemudian menghubungi kepala rumah sakit Mutiara dan meminta satu dokter untuk menunggui mamanya di rumah 24 jam dan meminta dokter Vanessa yang menjaga mamanya. Kepala rumah sakit menolak karena dokter Vanessa merupakan dokter baru yang belum berpengalaman tapi Tristan bersikeras memintanya, tapi status dokter Vanessa masih bekerja di rumah sakit Mutiara. Karena Tristan merupakan pemegang saham terbesar rumah sakit Mutiara mau tak mau kepala rumah sakit setuju dengan permintaannya. Keesokan harinya kepala rumah memanggil Nessa ke kantornya, membuat Nessa bertanya tanya apakah ia membuat kesalahan sampai di panggil kepala rumah sakit. Nessa mengetuk pintu kantor kepala rumah sakit
"Masuk......" Suara jawaban dari dalam membuat Nessa membuka pintu dan masuk.
"Dokter memanggil saya?, Apa saya melakukan kesalahan?" Ucap Nessa.
"Bukan dokter Nessa, silahkan duduk dulu," kata kepala rumah sakit, Nessa dengan ragu berjalan mendekati meja kerja kepala rumah sakit dan duduk di kursi seberang beliau.
Begini dokter Nessa, salah satu pemegang saham terbesar rumah sakit Mutiara ibunya sedang sakit dan butuh dokter untuk memantau beliau 24 jam, jadi saya menugaskan dokter Vanessa untuk melaksanakan tugas ini."
"Saya...?" Tunjuk nessa pada dirinya
"Tapi kan saya masih junior dok, apa saya mampu?"
"Sangat mampu, anda sudah membuktikan 2 hari lalu dengan menangani pasien serangan jantung."
Nessa menghembuskan nafas pelan, ia bosan kenapa itu terus yang dibahas.
"Apa pilihan saya dok?" Tanyanya
"Saya menawarkan hal yang menguntungkan bagi anda, kalau anda bersedia posisi anda sebagai dokter kontrak akan menjadi dokter tetap di rumah sakit Mutiara ini, bagaimana?"
Nessa berfikir sejenak, memang dia bekerja di RS Mutiara dengan sistem kontrak yang ia tanda tangani untuk masa 1 tahun, jika kinerja bagus kontrak kan di perpanjang kalau buruk tentu saja akan diputus. Siapa yang tak mau menjadi dokter tetap disini tanpa harus terikat kontrak. Tapi dia harus merawat seseorang dan meninggalkan rumah, apa yang akan ia katakan kepada kedua orangtuanya
"Untuk berapa lama dok?" Tanya Nessa Lagi
"Kira kira 1 bulan dokter Vanessa."
"Ok saya bersedia melakukannya, mulai kapan saya bertugas dok?"
"Secepatnya, kalau bisa hari ini."
"Kalau hari ini saya tidak bisa dok, kan saya harus izin kedua orangtua saya dulu."
"Saya yakin dokter Anaya dan bapak Dzakka mengijinkan putrinya melakukan ini."
"Dokter kenal orang tua saya?" tanya Nessa keheranan.
"Tentu saja dokter, mereka ini sudah sangat terkenal kebaikannya dengan membangun klinik gratis untuk orang tak mampu."
"Oh....baiklah dokter saya pamit dulu."
"Silahkan."
Nessa kembali bertugas, kali ini ia dan Emma bertugas di lantai 1. Ia berjalan memasuki kantor perawat dengan lunglai.
"Kenapa Ness, kok lemes gitu?"
"Kayaknya sebulan kedepan kita nggak akan bertemu."
"Kenapa, elo mau kemana?" Cecar Emma
"Gue dapat tugas langsung dari kepala rumah sakit untuk jadi dokter khusus di rumah pemegang saham terbesar rumah sakit ini selama sebulan."
"Elo mau?"
"Gimana nggak mau, orang aku dapat penawaran menarik."
"Penawaran apa?"
"Kalau gue menerima penawaran ini, gue bakal jadi dokter tetap di rumah sakit ini."
"Wah keren tuh Ness, gue juga pengen tuh."
"Yaah mungkin lain kali elo juga dapat kesempatan ini, semangat Em", ucap Nessa pada Emma
Nessa mulai memeriksa berkas rekam medis pasien di lantai 1 dimana mereka bertugas.
Oooo----oooO
"Boleh ya ma.... pa.....," bujuk Nessa pada mama dan papanya.
"Kamu yakin kak?" Tanya Ryando
Nessa membicarakan tugasnya itu saat makan malam
"Mama terserah kamu sayang, kamu sudah dewasa bisa menentukan tujuan kamu, gimana pa?"
"Papa juga setuju ma, semua keputusan ada sisi negatif dan positifnya sayang, kalau kamu bisa menghadapinya itu akan keren."
"Makasih ya ma, pa tapi dalam sebulan itu Nessa nggak pulang."
"Rumahnya di Jakarta kan bukan di Kalimantan, masih bisa sesekali jengukin mama dan papa dong."
"Siap pa."
Nessa berdiri dengan koper kecil di depan sebuah rumah super mewah, ia terpaku melihat betapa mewahnya rumah tersebut. Ia menekan bel yang terletak di sebelah pagar, beberapa kali ia tekan hingga seorang security membukakan pagar
"Nona cari siapa?" Tanya si security
"Saya dokter Vanessa dari rumah sakit Mutiara yang ditugaskan untuk merawat dan menangani sakit jantung ibu Nadin."
"Oh dokter Vanessa, iya tuan juga sudah memberitahu saya kalau hari ini ada dokter yang datang untuk merawat ibu, silahkan masuk dok."
Vanessa mengikuti security yang berjalan masuk dan harus berjalan cukup jauh karena jarak antara pagar rumah dan pintu rumah cukup jauh, seorang art membukakan pintu untuk Nessa. Security memberitahu tentang tujuan Nessa datang ke rumah ini dan art itu mengerti. Art itu mengantarkan Nessa ke kamar yang sudah disiapkan yaitu di sebelah kanan kamar ibu Nadin agar bisa secara intens merawatnya sedangkan Kamar Tristan di sebelah kiri kamar Bu Nadin.
Nessa masuk dalam kamar yang disiapkan untuknya dan meletakkan barang barang miliknya. Juga peralatan kedokteran yang ia bawa, kemudian ia masuk ke dalam kamar Bu Nadin, langkahnya terhenti begitu melihat ibu Nadin. Dirasakannya seluruh ototnya lemas hingga ia hampir terduduk di lantai tapi masih bisa dikendalikannya.
"Mampus gue, ibu ini kan yang aku tangani tempo hari saat serangan jantung, dan dia ibu orang itu. Ya Allah apes banget hidup gue keluar mulut singa masuk kandang harimau ini namanya. Apa yang harus gue lakuin, gue udah disini jadi gue gak bisa mundur, ya Allah bantuin dong."
Nessa menguatkan hatinya, ia melangkahkan kakinya mendekati ranjang Bu Nadin dengan pelan. Bu Nadin membuka matanya dan tersenyum melihat Nessa.
"Langkah kaki saya berisik ya Bu, sampai ibu bangun. Maaf ya Bu."
"Bukan dokter, memang saya agak tak nyenyak kalau tidur sering bangun tiba tiba." Nessa sengaja memakai baju dinas dokternya walau dia tidak dalam tugas resmi di rumah ini.
"Ibu biasanya berbaring aja seperti ini setiap hari?"
"Iya dok."
"Mulai sekarang kita rubah ya kebiasaan ibu, itu tidak sehat."
Nessa mencoba membangunkan tubuh Bu Nadin, ia mengajak Bu Nadin berkeliling halaman rumah karena halaman rumah ini sangat luas dengan bangku bangku di setiap sudutnya. Mereka duduk di sebuah sudut dengan berhadapan.
"Bagaimana perasaan ibu?"
"Jadi lebih segar dokter."
"Vanessa, nama saya Vanessa Bu."
"Dokter Vanessa, nama yang indah."
"Terima kasih."
"Apa ibu tinggal sendirian di rumah ini, rumah sebesar ini tampak lengang?"
"Tidak dok, saya tinggal bersama anak tunggal saya, ayahnya meninggal sejak di kecil jadi kami hanya hidup berdua saja selama ini."
"Maafkan saya Bu sudah mengingatkan tentang kesedihan ibu."
"Tidak apa apa dokter."
"Apa ada yang begitu ibu fikirkan sampai ibu sering mengalami serangan jantung ringan?"
"Iya, mungkin fikiran itu yang menjadi beban saya sehingga saya rentan terkena serangan jantung itu."
"Saran saya hilangkan beban itu Bu, ibu bisa sharing dengan seseorang untuk meringankan beban itu."
"Itulah masalahnya dok, saya tidak punya seseorang untuk diajak berbagi cerita, akhirnya saya pendam semuanya sendiri." ucap ibu Nadin sambil menghela nafas.
Nessa menggenggam tangan Bu Nadin
"Kalau ibu tidak keberatan ibu bisa cerita kepada saya," Ucap Nessa
Pandangan ibu Nadin menerawang, ia hanya terdiam. Nessa pun tak memaksa Bu Nadin untuk bercerita karena ia adalah orang luar. Nessa mencoba membuat Bu Nadin relax dengan menanyakan beberapa hal kecil dan bercerita hal lucu. Nessa ingin Bu Nadin merasa terhibur dan melupakan bebannya sejenak. Bu Nadin tertawa lepas saat Nessa menceritakan pengalaman lucunya saat ospek.
Tristan pulang lebih awal hari ini karena ingin menemui dokter yang dikirim oleh rumah sakit Mutiara, ia langsung naik menuju kamar ibunya tetapi tak menemukannya. Tristan panik dan berlari turun mencari ibunya, dia bertanya pada art yang ia temui yang mengatakan Bu Nadin sedang berada di halaman belakang, setengah berlari ia menuju halaman belakang dan dari jauh melihat ibunya duduk bersama seseorang yang ia lihat adalah dokter dari rumah sakit Mutiara. Ia akan berjalan mendekat tetapi tawa mamanya membuatnya menghentikan langkah, sudah sangat lama ia tak melihat tawa lepas mamanya. Ia bersembunyi di balik pohon, ia ingin melihat senyum dan tawa mamanya yang selama ini hilang. Ia akui ia terlalu sibuk dengan pekerjaan sehingga lupa memperhatikan mamanya yang selalu sendirian di rumah hanya ditemani pembantu. Walau di rumah ini banyak pembantu tetapi tetap saja mamanya merasa kesepian.
Tristan melangkah menjauh dan kembali masuk dalam rumah, ia menuju kamarnya untuk mandi dan membersihkan diri. Ia mengintip kehalaman belakang melalui jendela kamarnya, mamanya sudah tidak ada di halaman belakang, ia pun keluar kamar untuk menemui mamanya yang mungkin sudah ada di kamar, ia langkahkan kakinya menuju kamar mamanya tetapi saat ia akan membuka pintu kamar, pintu tersebut terbuka dan seseorang keluar dari kamar mamanya. Nessa terkejut melihat Tristan sudah ada di depannya, Tristan yang melihat Nessa menyipitkan matanya, ia seperti seperti pernah melihat Nessa.
"Kamu......?!, Kamu dokter yang merawat mama?"
"Iya."
"Bukannya kamu juga yang waktu itu menyerempet mobilku?"
Nessa hanya nyengir kuda lalu buru buru pergi ke kamarnya.
"Permisi."
"Hei tunggu.....," ucap Tristan tapi Nessa sudah menutup pintu kamarnya, Tristan melangkahkan kakinya menuju kamar Nessa dan mengetuk pintunya
"Buka......."
Nessa yang berada di balik pintu hanya bisa diam, Tristan yang merasa tidak diperdulikan mengetuk pintu semakin keras dengan terpaksa Nessa membukanya.
"Berisik tau....."
Tristan bersedekap dan menatap tajam pada Nessa
"Bagaimana bisa kamu yang merawat mamaku?"
"Lah kan situ yang minta, gue mah ogah kalau tau dari awal ini rumah situ," jawab Nessa ketus.
Tristan terdiam, memang ia yang meminta dokter yang menangani mamanya saat mendapat serangan jantung di rumah sakit waktu itu, tapi ia tak mengira kalau dokter itu gadis yang menyebabkan mobilnya harus menginap di bengkel selama sebulan.
"Bukannya kamu anak kuliahan?"
"Emang saya bilang sama situ kalau saya masih kuliah, enggak kan?, Situ aja yang ambil kesimpulan sendiri, sekarang saya permisi mau bersih bersih diri", balas Nessa sambil menutup lagi pintu kamar.
Tristan terpaku di tempatnya tak menyangka ia akan bertemu lagi dengan gadis itu. Ia kemudian kembali ke kamarnya menunggu waktu makan malam karena saat ini waktu masih menunjukkan pukul 4 sore. Ia putuskan membuka laptopnya dan mengerjakan pekerjaannya di rumah secara online, ia tenggelam dalam pekerjaan sampai sebuah ketukan membuatnya menghentikan pekerjaannya. Ia berjalan ke pintu untuk membukanya yang ternyata mamanya.
"Mama......kok ada disini, mama istirahat saja."
"Nggak Tan, kata dokter Vanessa mama harus lebih banyak bergerak agar badan mama nggak kaku sayang."
"Dokter Vanessa??"
"Iya dokter Vanessa, dokter yang merawat mama. Kamu belum ketemu?"
"Oh dokter Vanessa, iya Tristan sudah ketemu dia ma."
"Ya udah ayo makan malam, udah lama kita nggak makan malam bersama", ajak Bu Nadin, Tristan menurut dan membimbing mamanya untuk turun ke ruang makan. Bibik mempersiapkan makan malam.
"Bik, tolong panggilkan dokter Vanessa untuk makan malam ya."
Tristan memandang mamanya tak setuju.
"Tapi ma dia kan orang luar, bukan keluarga." protes Tristan.
"Tapi kan dia tamu Tan, dia kan yang akan merawat mama sebulan ini."
Tristan hanya bisa menyetujui permintaan mamanya tersebut.
Nessa berusaha sedikit interaksi dengan Tristan, mengingat perkataan Tristan waktu itu. Ia lebih menyibukkan diri untuk mengetahui penyebab beban fikiran Bu Nadin yang membuat ia sering kepikiran dan terkena serangan jantung.
Setiap pagi dan sore ia mengajak Bu Nadin berjalan keliling halaman belakang, selama seminggu keadaan bu Nadin semakin membaik bahkan tanpa ada serangan jantung ringan seperti biasanya. Esok paginya tepat hari Minggu, Nessa bangun pagi seperti biasanya. Jadwal rutinnya adalah mengecek keadaan Bu Nadin di pagi hari.
Saat ia membuka pintu kamar Bu Nadin, Nessa terkejut karena mendapati ranjang kosong. Ia akan berbalik tetapi pintu kamar mandi terbuka dan Bu Nadin keluar, yang membuat Nessa heran adalah Bu Nadin memakai outfit untuk jogging.
"Bu Nadin mau kemana?" Tanya Nessa heran
" Dokter Vanessa, kita jogging yuk." ajak Bu Nadin
"Bu Nadin yakin?, Tapi keadaan Bu Nadin?"
"Minimal kita jalan aja deh walau nggak jogging, di dekat sini ada taman yang biasanya ramai kalau hari Minggu dok. Itu kata para pembantu yang biasanya kesana."
"Ya udah kita jalan aja yang bu, saya nggak mau ambil resiko Bu Nadin terkena serangan jantung nanti."
Nessa kembali ke kamar yang di tempatinya untuk berganti pakaian dengan outfit jogging, ia memilih celana pendek warna khaki dan kaos lengan panjang warna abu abu juga sepatu kets warna putih. Ia keluar dan Bu Nadin sudah menunggu di depan pintu kamar Nessa.  Mereka pun berangkat menuju taman kompleks, setelah sampai mereka memilih duduk di rumput taman yang hijau.
"Ibu lelah?"
"Baru kali ini ibu merasa sangat sangat sehat dok."
"Sebenarnya tujuan ibu mengajak dokter keluar bukan untuk jalan jalan tapi ada sesuatu yang ingin saya bicarakan."
Nessa yang sedang memperhatikan lalu lalang orang menoleh ke Bu Nadin.
"Tentang apa Bu?"
"Tentang sesuatu yang selalu saya fikirkan yang membuat saya sering mendapat serangan jantung."
"Baiklah, saya dengarkan Bu."
"Sebenarnya saya ini tertekan karena memikirkan anak saya Tristan."
"Pak Tristan, bukankah pak Tristan dalam keadaan baik baik saja?"
"Benar tapi bukan itu masalahnya dok, usia Tristan sudah kepala 3 tapi dia belum berniat menikah, setiap saya singgung soal ini dia selalu berkelit belum ingin menikah."
"Mungkin memang pak Tristan belum ingin menikah bu."
"Sebenarnya bukan masalah belum ingin tapi karena dia memiliki trauma dengan hubungan dok."
"Trauma dengan hubungan?? Kenapa?"
"Dulu sebelum anak saya itu sukses seperti sekarang ini dia pernah memiliki hubungan dengan seorang wanita, Vira namanya. Saat itu Tristan sedang merintis usahanya dan masih jatuh bangun, ia ingin Vira mendampinginya hingga sukses tapi apa daya Vira tak bisa menunggu kesusksesan datang pada Tristan, ia selingkuh dengan rekan kerja Tristan yang lebih sukses dan kaya. Hal itu membuat Tristan trauma sampai sekarang tidak mau menjalin hubungan dengan siapapun". Bu Nadin bercerita dengan beberapa kali menghapus air matanya, Nessa mengelus punggung Bu Nadin menguatkan.
Nessa bingung harus berbicara apa, tapi ini bukan masalah mudah. Ini adalah pemicu penyakit Bu Nadin yang sulit diselesaikan mengingat trauma bukan hal sepele.
"Saya minta maaf Bu kalau saya lancang memberikan saran, karena pak Tristan tak berniat sedikitpun menjalin hubungan jadi ibu lah yang harus bertindak."
"Maksud dokter Vanessa?"
"Maksud saya ibu bisa kenalkan pak Tristan dengan putri teman teman ibu, secara tidak langsung ibu akan mendekatkan mereka."
"Saran dokter boleh juga, kenapa tidak terpikirkan sejak dulu ya?"
"Karena ibu berfikir untuk menekan pak Tristan menikah, bukankah menikah itu harus ada proses dulu, perkenalan dulu nanti bisa berkembang ke hubungan yang lebih serius."
"Fikiran saya jadi lebih open dok, terima kasih. Saya nggak tahu kalau saya masih berfikiran yang sama, push Tristan menikah terus, saya tahu apa yang harus saya lakukan."
"Ya sudah kita pulang ya Bu, sudah siang."
Nessa dan Bu Nadin beranjak dari tempat duduknya dan berjalan pulang.
Tristan POV
Aku bangun agak siang hari ini karena hari Minggu, aku berjanji mulai hari ini aku kan lebih banyak menghabiskan waktu dengan mama, sudah sangat lama aku dan mama tak memiliki family time, hari hari ku disibukkan dengan kerja kerja dan kerja tak memperdulikan mama kesepian dirumah. Demi kesehatan mama aku akan berusaha untuk mewujudkan keinginannya, aku tak ingin kehilangan mama kalau sampai ia terkena serangan jantung mendadak.
Aku langsung mandi dan ingin mengajak mama ngobrol panjang lebar hari ini, sesuatu yang harus aku lakukan sejak dulu. Aku masuk ke kamarnya tapi kosong tak ada siapapun, aku ketuk pintu kamar dokter Vanessa tapi tak ada jawaban. Mungkin mereka di halaman belakang fikirku, tapi saat aku akan turun dari lantai 2 kulihat dari pintu depan mama dan dokter Vanessa masuk, mereka seperti habis dari luar dengan memakai pakaian olah raga. Perkembangan luar biasa menurutku karena selama ini mama tak pernah melakukan hal ini, semenjak dokter Vanessa merawatnya mama jadi lebih ceria dan lebih sehat tanpa ada keluhan sama sekali. Hal ini membuatku berfikiran sesuatu.
Aku melihat interaksi mereka berdua, mereka sudah seperti saling mengenal sejak lama. Mama benar benar beda, ia tertawa lepas jika bersama dokter Vanessa.
Oooo----oooO
Author POV
Nessa mulai lebih santai berada di rumah Tristan, tak ada rasa khawatir lagi Tristan akan membahas ganti rugi waktu itu. Sudah hampir 2 Minggu dia tinggal di rumah Tristan dan catatan kesehatan Bu Nadin semakin menunjukkan perkembangan yang signifikan. Ia lega bisa menjalankan tugasnya dengan baik, ia bisa memberikan laporan pada kepala rumah sakit dengan baik sempurna.
Setelah memberikan obat pada Bu Nadin, Nessa bersiap untuk tidur juga, hanya beberapa menit ia langsung Terlelap dalam tidurnya. Ia terbangun saat ia merasakan tenggorokannya terasa kering, ia melihat jam di smartphone miliknya menunjukkan pukulul 1 malam, ia pun beranjak dari ranjang dan berjalan keluar menuju dapur yang berada di lantai 1, ia membuka lemari es dan mengambil sebotol air mineral kemudian menutup pintu lemari es, membawa botol tersebut ke meja dapur dan menuangkannya ke Gelas. Diminumnya air tersebut sampai habis, ia masih duduk di dapur membuka beberapa akun sosmed miliknya. Sesekali ia tersenyum melihat postingan teman-temannya diantaranya Emma yang curhat kesepian karena ditinggal sahabatnya Dinas luar satu bulan, itu pasti Dirinya. Wajahnya menunjukkan berbagai expresi dari senyum, tertawa dan sedih. Begitu konsentrasi dirinya melihat smartphone miliknya hingga ia tak menyadari seseorang datang dan memperhatikan apa yang dia lakukan, juga memperhatikan mimik wajahnya yang berubah ubah.
"Ehem........"
Suara deheman membuatnya memalingkan wajahnya dari smartphone ke sumber suara
"Pak Tristan......"
"Duduk saja", ucap Tristan melangkah mendekat dan duduk di kursi yang berseberangan dengan Nessa
Nessa memperhatikan penampilan Tristan yang sepertinya baru pulang kerja." busyet nih orang jam segini baru pulang kerja, workaholic parah nih orang," Batin Nessa
"Minum pak," ucap Nessa menuangkan air di gelas lain dan menyodorkannya pada Tristan, Tristan menerimanya dan meminumnya sampai tandas.
"Makasih, kamu belum tidur?"
"Sudah pak, tapi tadi haus jadi turun ambil minum."
"Oh....."
Nessa akan beranjak pergi tapi mendengar suara keroncongan perut Tristan.
"Bapak lapar?"
Tristan tertawa malu karena bunyi perutnya yang kelaparan terdengar oleh Nessa.
"Gampang nanti aku minta bibik buat makanan".
"Bapak nggak kasihan mau bangunin bibik, kan udah capek kerja. Biar saya saja yang bikinin", ucap Nessa kemudian berjalan menuju ke arah kulkas dan melihat stok makanan yang ada.
"Adanya spaghetti dan telur, bapak mau?"
"Boleh."
Nessa segera memasak spaghetti dan telur ia beri beberapa sayuran yang ada di kulkas. Dalam tempo 8 menit masakan sudah tersaji lalu ia letakkan di depan Tristan.
"Silahkan pak, maaf saya mau ke atas istirahat."
"Terima kasih dokter Vanessa."
"Panggil saya Vanessa saja pak."
"Kalau begitu panggil saja saya Tristan, saya tidak setua itu ."
"Tapi pak?"
"Saya tidak menerima penolakan", ucap Tristan sambil memakan spaghetti dihadapannya. Nessa melangkah meninggalkan Tritan di dapur.
"Mulai deh tuh keluar sifat diktatornya," gumam Nessa.
3 Minggu telah berlalu, tinggal seminggu lagi Nessa menjalankan tugasnya merawat Bu Nadin. Selama sebulan dirumah Tristan Nessa setiap hari menelepon mamanya untuk konsultasi tentang keadaan Bu Nadin sehingga semua tugasnya berjalan lancar dalam merawat Bu Nadin.
Ia tak sabar untuk kembali bertugas di RS Mutiara bersama Emma sahabatnya, kangen dengan bercandaan ala keduanya, Minggu siang ini Bu Nadin keluar untuk menemui temannya sehingga Nessa santai dan membaca beberapa buku kedokteran yang ia bawa. Pintu kamarnya diketuk beberapa kali.
"Masuk tidak dikunci", jawab Nessa tanpa mengalihkan matanya dari buku yang dibacanya.
"Dokter Vanessa, di tunggu tuan di ruang kerjanya di bawah."
"Pak Tristan bik?"
"Iya dokter."
"Oh ..ya udah saya segera kesana Bik, makasih."
Nessa menutup bukunya kemudian beranjak dari duduknya dan berjalan keluar kamar menuju lantai 1, ke ruang kerja Tristan yang berada di rumah.  Diketuknya pintu dan suara Tristan di dalam mempersilahkan dirinya masuk.
"Bapak....emmm kamu memanggil saya?" tanya Nessa ragu karena harus memanggil nama pada Tristan.
"Silahkan duduk, saya mau bicara."
Nessa duduk dengan penuh tanda tanya.
"Saya ingin memberikan penawaran pada kamu."
"Penawaran?, Penawaran apa?"
"Saya melihat perubahan signifikan pada kesehatan Mama saya, dan saya sangat senang akan hal itu. Oleh karena itu saya ingin kamu jadi dokter pribadi mama."
Nessa terhenyak dengan apa yang dikatakan Tristan.
"Maksudnya???"
"Begini, kamu resign dari RS Mutiara dan bekerja pada saya sebagai dokter pribadi mama saya, kamu minta gaji berapa akan saya bayar," ucap Tristan angkuh.
Nessa masih diam dan menelaah semua kalimat Tristan.
"Maaf, saya tidak bisa," jawab Nessa dengan pasti.
"Kenapa, apa penawaran saya tidak menarik bagi kamu?"
"Bukan itu, saya tidak bisa karena bukan gaji tujuan utama saya memilih profesi dokter ini."
"Apalagi kalau bukan uang, itu kan tujuan utama orang bekerja?"
"Kenapa semua hal selalu anda kaitkan dengan materi?"
"Kenapa tidak? Semua orang menyukai uang bukan, kita hidup juga butuh uang, apalagi wanita seperti kamu."
"Kenapa anda menyinggung soal gender?, Apa bedanya pria dan wanita dalam hal ini?"
"Saya tahu sifat wanita seperti kalian, kalian hanya menyukai materi dan tentu saja uang, ini ambil, cek ini sudah saya tanda tangani semuanya, kamu tinggal menulis jumlah yang kamu inginkan disana kalau kamu bersedia menjadi dokter pribadi mama saya".
Tristan meletakkan buku cek di hadapan Nessa, Nessa mengambilnya dan membukanya, Tristan merasa senang karena ia merasa Nessa akan menerima tawarannya.
"Maaf bapak Tristan yang terhormat, saya memilih profesi dokter untuk menolong banyak orang jadi untuk apa saya resign dari pekerjaan saya dan hanya merawat 1 orang, itu tidak sesuai dengan sumpah profesi saya. Saya tidak bisa menerima tawaran anda permisi", ucap Nessa sambil berdiri dan melangkah keluar.
"Tunggu......, Saya bisa membuat kamu di pecat dari pekerjaan kamu dengan sangat mudah jika kamu menolak tawaran saya!" pekik Tristan.
Mendengar ancaman Tristan, Nessa membalikkan badannya, tangannya mengepal menahan emosi yang sejak tadi dia rasakan dan ia tahan.
"Anda pikir Anda ini siapa? Bisa menilai dan menghakimi orang seenak hati anda. Jangan fikir semua orang sama dengan mantan pacar anda yang matre itu!!, Anda terlalu picik dalam menilai orang tuan Tristan Rajendra Aryasatya!. terserah apa yang akan anda lakukan pada pekerjaan saya, anda mau saya dipecat ok fine, saya mengundurkan diri dari pekerjaan ini dan dari rumah sakit. Anda puas!!!!" Ucap Nessa berapi api meluapkan emosinya.
Ia berlari menuju kamarnya dan membereskan barang barangnya, ia berkemas dan memutuskan pergi dari rumah Tristan. Setelah selesai berkemas ia membawa kopernya menuju kamar Bu Nadin untuk berpamitan tapi ia ingat kalau Bu Nadin sedang keluar, akhirnya ia putuskan pulang tanpa berpamitan. Ia hanya berpesan pada bibik untuk mengatakan pada Bu Nadin kalau ia harus pulang kampung karena ada masalah keluarga, ia tak mungkin berkata jujur tentang penyebab dirinya pulang.
Sepeninggal Nessa, Tristan merenungi semua perkataan Nessa, sisi hati terdalamnya merasa tercubit saat Nessa mengusik masa lalunya dengan Vira yang buruk. Apa ia salah berfikiran semua wanita seperti Vira? Tristan mengacak rambutnya memikirkan apa yang salah dari ucapannya. Ia memutuskan kembali ke kamarnya dan istirahat.
Oooo----oooO
Bu Nadin pulang sekitar jam 4 sore dan langsung menuju kamar Nessa
"Dokter Vanessa..... dokter....dokter ada di dalam?" Ucap Bu Nadin di depan pintu kamar Nessa. Tapi tak ada jawaban, Bu Nadin ingin membuka pintunya tapi dari belakangnya bibik menghentikan langkahnya.
"Nyonya......dokter Vanessa nggak ada nyonya."
"Nggak ada, kemana bik? Oh pasti di halaman belakang ya?"
"Nggak Bu, tadi dokter Vanessa pamit mau pulang karena ada masalah keluarga katanya, mau pamit nyonya tapi nyonya sedang pergi."
"Masalah keluarga??, Apa dokter Vanessa bilang akan kembali kapan?"
Bibik menggeleng, membuat Bu Nadin menghela nafas panjang. Ia kemudian masuk ke dalam kamarnya. Saat makan malam tiba, Bu Nadin duduk berhadapan dengan Tristan.
"Dokter Vanessa kemana ma?"
"Oh tadi dia pamit ke bibik pulang ada masalah keluarga."
Tristan terhenyak ingat akan pertengkarannya dengan Nessa siang tadi, dan dia kini tahu Nessa sudah pergi dari rumah ini.
Oooo----oooO
Nessa bingung apakah ia harus pergi bekerja atau tidak, mengingat ancaman Tristan beberapa hari lalu yang akan membuatnya dipecat dengan mudah. Ia memutuskan tetap masuk kerja setelah dalam hitungan sebulan ia tak bekerja, ia akan menunggu surat pemecatan jika memang ia benar benar akan dipecat.
Ia tetap memilih motor sebagai alat transportasi favoritnya, setelah memarkirkan motornya ia langsung melihat jadwal tugasnya secara online dan hari ini ia bertugas dengan Emma di lantai 3. Ia senang sekali karena sudah sebulan tak berjumpa dengan Emma, ia ingin menceritakan semuanya agar unek unek dihatinya keluar dan ia jadi lega.
Saat ia sampai Emma sedang memeriksa pasien di beberapa kamar, ia pun melihat list pasien selain yang Emma periksa itulah yang menjadi tugasnya memeriksa. Dengan cekatan ia memeriksa beberapa ruang rawat ditemani seorang suster, sekitar 2 jam waktu yang diperlukan Nessa untuk memeriksa. Saat kembali ke ruang kantor suster, Emma sudah duduk di meja kerja dokter piket.
"Nessa.......kamu udah kerja lagi, ya ampun kangen banget gue," ucap Emma sambil berdiri dan mendekati Nessa kemudian memeluknya.
"Sepi banget nggak Ada Elo."
"Ish emang gue petasan bikin rame," kelakar Nessa.
"Eh Ness gue ada kabar spektakuler dan paling hot."
"Apaan sih Em, berisik tau."
"Nessa ah.....gue serius."
"Iya gue dengerin", ucap Nessa sambil duduk dan mengambil air mineral yang berada di meja.
"Ini tentang Arga."
"Ngapain sih lo bahas Arga Em?"
"Dia kerja disini Ness."
"What....!!!!!!" Nessa yang sedang minum langsung menyemburkan air yang ada di mulutnya ke Emma
"Ih Nessa, baju gue kan jadi basah," ucap Emma cemberut sambil membersihkan cipratan air di bajunya
"Sorry sorry Em, Lo serius?"
"Dua rius........"
"Sejak kapan? Perasaan pas kita masuk kan nggak ada nama Arga di daftar dokter RS Mutiara ini."
"Seminggu setelah elo tugas di rumah pak Tristan."
"Berarti 3 Minggu yang lalu?"
"Exactly."
"Kenapa juga gue harus ketemu dia lagi."
"Ya udahlah Ness, mungkin ini waktunya elo berbaikan dan berteman ama dia."
Nessa membuang nafasnya kasar, sebenarnya ia tak ingin bertemu Arga apalagi berteman, itu tak ada dalam pemikirannya karena putusnya hubungan mereka bukan dengan cara baik baik. Tapi itu dulu saat masih SMA tapi masih jelas berada diingatannya betapa sakit hatinya dikhianati.
"Ness......Nessa apa yang elo fikirkan, kok diem aja dari tadi gue panggil panggil."
"Eh....eng.....enggak kok, hanya ingat masa itu."
"Udah jangan diingat itu kan udah lama Ness."
"Gue tau Em, gue ingin melupakannya tapi bayangan itu kadang masih melintas sesekali."
"Ya sudah, nggak usah difikirkan lagi, oh ya gimana kerjaan kamu di rumah pak Tristan beres kan, gaji gede dong berarti gue di traktir ya?"
"Boro boro Em, yang ada big  problem gue."
"Maksudnya?"
Nessa menceritakan semua kejadian yang ia alami saat merawat Bu Nadin di rumah Tristan, sampai pertengkaran yang membuatnya mengundurkan diri.
"Seriusan Lo!!!!"
Nessa mengangguk
"Gue tinggal nunggu waktu aja surat pemecatan itu sampai ke tangan gue."
"Elo yang sabar ya Ness," ucap Emma sambil mengelus punggung Nessa.
"Tante Anaya tahu masalah ini?" Tanya Emma, Nessa hanya menggeleng..
"Gue nggak pengen membebani fikiran mama dan papa Em, kita lihat nanti aja baru aku fikirin lagi."
*****
Unduh Innovel untuk membaca # LOVE IS YOU

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=157612109310032&id=101589544912289

Tidak ada komentar:

Posting Komentar