Sabtu, 12 November 2016

Pemimpin Amanah

*PEMIMPIN AMANAH*

Suatu hari Utsman bin Affan tengah beristirahat di rumahnya.
Kala itu cuaca sedang sangat panas. Banyak rumput dan semak kering terbakar karena panas yang luar biasa. Bahkan unta pun, hewan yang dikenal tahan akan cuaca panas, banyak yang berteduh di dalam kandang atau sisi-sisi bangunan rumah.

Tiba-tiba terlihat seorang laki-laki separuh baya berjalan terhuyung-huyung melawan terpaan angin panas yang bertiup kencang, sembari menutupi wajahnya dengan kain yang terlilit di bahunya.

Tanpa menghiraukan hamburan debu dan pasir, orang itu terus berlari menembus gelora angin yang panas membakar.

Utsman bin Affan mengintai dari balik jendela rumahnya. Dia heran, siapa gerangan lelaki yang menantang badai panas sendirian itu, sementara di jalan tidak ada seorang pun yang berani keluar rumah?

Utsman menyangka, lelaki itu pastilah orang asing yang tengah ditimpa kesusahan menghadapi cuaca yang sangat tidak bersahabat.

Tidak lama kemudian, lelaki itu muncul kembali, tetapi dengan menuntun seekor sapi pada tali kekangnya.
Melalui jendela, Utsman memanggil orang asing itu agar masuk ke rumahnya, berlindung dari sengatan panas.
Jika memang dia tengah mengalami kesusahan, Utsman akan menolongnya.

Ketika lelaki itu melintasi rumahnya, Utsman bin Affan kaget luar biasa.
Ternyata lelaki itu adalah _Amirul Mukminin_, *_Khalifah Umar bin Khattab!_*

Dengan serta merta Utsman berlari ke luar dan bertanya, _“Dari mana Anda, wahai Amirul Mu’minin?”_

Umar menjawab, _“Kamu lihat sendiri bukan, Aku sedang menyeret sapi?”_

_“Milik siapa sapi itu?”_ tanya Utsman tambah terkejut, sebab dia tahu betul biasanya Umar tidak terlalu menghiraukan harta bendanya yang sangat banyak dan berlimpah itu.
Ini, susah payah melintasi badai debu panas hanya karena seekor sapi?, pikirnya.

_“Ini salah satu sapi sedekah kepunyaan anak-anak yatim yang tiba-tiba terlepas dari kandangnya dan lari ke jalanan. Jadi aku mengejarnya. Alhamdulillah dapat kutangkap.”_

Utsman kaget mendengar jawaban itu.
_“Memangnya tidak ada orang lain yang bisa Anda perintahkan untuk melakukan pekerjaan itu?_ _Bukankah Anda seorang Khalifah, Kepala Negara, Amirul Mu’minin..??"_

Umar memotong tegas, _“Siapa yang bersedia menebus dosaku di Yaumil Hisab (Hari Penghitungan) kelak??_
_Memangnya orang itu mau memikul tanggung jawabku di hadapan Tuhan??_
_Saudaraku, Kekuasaan ini adalah amanah. Bukan Kehormatan...”_

Utsman tersentak atas jawaban Umar.
Umar benar, ia telah diingatkan akan hal penting ini.

Utsman mempersilahkan agar Umar beristirahat dahulu di rumahnya, sembari menunggu cuaca reda.

Umar menjawab, _“Kembalilah ke rumahmu, saudaraku. Berteduhlah. Biar kuselesaikan kewajibanku ini. Terima kasih atas kebaikanmu.”_

Dengan terseok-seok melawan deru debu, Umar melanjutkan perjalanannya diikuti tatapan mata Utsman.
Tanpa terasa bulir-bulir air mata bening mengalir di pipinya.
Utsman berkata lirih,  _“Sungguh, engkau adalah cermin bagaimana seharusnya seorang pemimpin negara bersikap dan bertindak dengan amanah yang dibebankan pundaknya. Dan hal itu pasti membuat berat para pemimpin sesudahmu...”_

******
Saudara-riku tercinta...

_"Setiap kalian adalah pemimpin. Dan setiap kepemimpinan kalian (di level masing2), akan dimintai pertanggungan jawab oleh Allah atas amanah tsb."_ (HR. Bukhari & Muslim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar