*Surat Terbuka buat mas Taufik*
Salam Persaudaraan,
Mas Taufik, melalui surat ini saya sampaikan salam hormat saya kepada panjenengan selaku saudara SH Terate.
Mohon maaf juga jika dalam surat ini nanti ada hal yang mengganggu perasaan panjenengan.
Mas Taufik, Parapatan Luhur 2016 meski ada sedikit catatan noda hitam dalam hasilnya adalah SAH.
Panjenengan terpilih itu adalah sah. Itu fakta tidak terbantahkan.
Akan tetapi seiring perjalanan waktu, *beragam kegaduhan yang panjenengan timbulkan adalah juga fakta tidak terbantahkan*.
Berawal dari Sleman, saat panjenengan menyetujui keinginan sekelompok saudara agar diadakan parapatan cabang Sleman TANPA melibatkan pengurus yang masih eksis, kegaduhan bermula. SK Pengurus yang masih berlaku sampai 2018 ini, panjenengan abaikan.
Saat ditanya mengapa hal itu bisa terjadi, jawaban salah satu pengurus panjenengan (mas P) adalah, "Ketua Cabang kan bisa diganti sewaktu-waktu".
Benar halnya bahwa ketua cabang bisa diganti sewaktu-waktu, akan tetapi bukan berarti bisa diganti tanpa sebuah alasan, tanpa menghargai keberadaan saudara tersebut.
Kalau itu yang terjadi dimana rasa persaudaraan? Di mana rasa menghargai sesama saudara?
Apakah panjenengan lupa didikan di SH Terate, bahwa Ketua di setiap tingkatan adalah pengasuh, pengamong rasa paseduluran, bagi saudara-saudara SH Terate yang beragam latar belakangnya?
Apakah panjenengan lupa bahwa "ketua" di SH Terate bukanlah seperti ketua di organisasi murni, yg menjadikan kekuasaan adalah segalanya.
Dan jika panjenengan pernah berkata ke salah satu saudara, "saya ini ketua, semua harus nurut apa kata saya", maka mohon maaf panjenengan itu keliru.
Jika panjenengan berkata seperti itu berarti panjenengan tidak paham ajaran SH Terate.
Berawal dari sikap panjenengan seperti inilah kegaduhan lalu merembet kepada kegaduhan di cabang-cabang lain, Boyolali, Bangkalan, Riau, Bojonegoro, Pemalang, Pekalongan, Lamongan, Sidoarjo, Surabaya dan sebagainya.
Apakah saya bohong? InsyaAllah tidak.
Kegaduhan yang muncul berkelanjutan adalah bukti ketidakpahaman panjenengan terhadap ajaran dan didikan di SH Terate.
Karena kegaduhan yang amat sangat inilah lalu pada 1 Muharam 2017, mumpung bertemu panjenengan, saudara-saudara cabang berkesempatan meluapkan uneg-unegnya atas sikap kesewenang-wenangan panjenengan.
Dan di Pendapa Agung Padepokan SH Terate jalan Merak no 10 saat itu, panjenengan berkata, "... yang mengangkat saya adalah Majelis Luhur, sehingga Majelis Luhur pulalah yang bisa menurunkan saya".
Top, itu suatu sikap gentlemen dan satria dari diri panjenengan.
Kemudian Majelis Luhur yang ada, yang hadir saat itu bersidang dan memutuskan bahwa untuk menghindari kegaduhan selama Muharam maka untuk sementara panjenengan dinonaktikan, beserta (maaf) mas Wiyono dan mas Wilis.
Jadi penonaktifan panjenengan saat itu adalah konsekwensi logis atas pernyataan panjenengan bahwa yang bisa menurunkan panjenengan adalah Majelis Luhur.
Dan setelah dari Madiun, panjenengan mencabut ucapan panjenengan sehingga sirnalah kekaguman saya akan sikap gentlemen dan satria panjenengan, berubah menjadi ... ( ungkapan untuk orang yang lain ucapan lain perbuatan).😔
Pasca keluarnya keputusan Majelis Luhur tentang penonaktifan panjenengan, alhamdulillah Muharam 2017 bisa berlangsung aman, kondusif di setiap cabang di seluruh Indonesia kecuali Sleman, dimana panjenengan sudah meletakkan bibit awal perseteruan di sana.
Rakornas 2017 adalah sebuah agenda yang harusnya dilaksanakan Agustus 2017. Akan tetapi agar efektif sekaligus sebagai media evaluasi pelaksanaan Muharam, maka Rakornas ditunda selepas Muharam.
Dan di Rakornas tersebut jangan bilang bahwa panjenengan tidak diundang. Panjenengan, mas Wiyono dan mas Wilis juga diundang. Harapan yang ada adalah panjenengan bisa menyampaikan alasan atau dasar atas keputusan panjenengan yang berdampak kegaduhan dan rusaknya rasa paseduluran itu.
Tapi apa yang terjadi? Sebagaimana saat sarasehan dulu, panjenengan berusaha menggagalkan acara tersebut. Beragam surat panjenengan kirimkan kepada para pemangku keamanan, baik menkopolkam, polda, polres, bupati, walikota dsb untuk meminta penggagalan acara Rakornas tersebut.
Dari surat panjenengan itulah lalu ada rapat koordinasi di Balaikota Madiun 2 hari menjelang Rakornas 2017 dan panjenengan TIDAK HADIR.
Dan alhamdulillah para pemangku keamanan dan pemangku daerah (Forkopimda plus) akhirnya paham, siapa sebenarnya pembuat gaduh tersebut di SH Terate.
Untuk ini harusnya panjenengan belajar dari mas Madji, *"jika SH Terate punya gawe, nek iso ojo ngrepotke aparat. Kita tunjukkan bahwa SH Terate bisa menjaga dirinya dan masyarakat"*.
Alhamdulillah Rakornas berjalan dengan baik.
Dan dikarenakan panjenengan tidak hadir, maka 163 cabang (dan 23 surat pernyataan dukungan dari cabang) setuju untuk meningkatkan status rakornas menjadi parapatan luhur.
Dan seluruh ketua cabang beserta dewan cabang yang hadir siap bertanggungjawab atas usulan keputusan bersama itu.
Dan usulan tersebut disetujui Majelis Luhur yang hadir.
Jadi sudahi fitnah murahan yang menyatakan bahwa mas Murdjoko mengangkat dirinya sebagai Ketua Umum. Rakornas menjadi Parapatan Luhur adalah kehendak forum / majelis / cabang saat itu.
Mas Taufik, janganlah panjenengan berkilah dan membodohi adik-adik bahwa Parapatan Luhur harus 5 tahun sekali. Ada pasal di AD ART 2016 yang menjadi jalan keluar bilamana ada hal genting terjadi di SH Terate.
Jadi Parapatan Luhur 2017 adalah kehendak cabang-cabang yang disetujui oleh Majelis Lihur saat itu.
Itu fakta tidak terbantahkan.
Ojo selak karo batine, mas Taufik.
Upaya panjenengan mendapatkan pengakuan dari pejabat negara termasuk lewat acara konsolidasi nasional di Solo nanti ini sebenarnya lebih karena panjenengan butuh legitimasi.
Akan tetapi karena panjenengan sadar bahwa *panjenengan sudah tidak mendapatkan pengakuan / legitimasi dari cabang-cabang*, maka panjenengan mencari legitimasi dari luar.
Karena dukungan internal tidak panjenengan dapatkan, maka panjenengan mencari dukungan eksternal.
Bahkan terkait legitimasi ini, bilamana perlu panjenengan akan pecat semua cabang (sebagaimana gaduh Sleman bermula) dan membentuk cabang baru yang menuruti (sendika dawuh) apa kata panjenengan.
Karena itulah saya yakin cabang yang panjenengan tulis sebagai peserta konsolidasi di Solo adalah cabang baru, cabang abal-abal, bentukan panjenengan sendiri.
Lagipula konsolidasi itu biasanya untuk ormas / partai politik. Dan SH Terate bukan seperti itu. Di SH Terate itu selama panjenengan bisa asah, asih, asuh, sesuai tutur kata dan tindakan maka insyaAllah akan solid dengan sendirinya.
Mas Taufik, janganlah penjenengan mengelak, karena bukti sudah terlampau banyak.
Panjenengan bilang 1000 orang dengan biaya 500 ribu per orang, maka Madiun bisa datangkan 10.000 orang gratis.
Jangan ingkari nurani, mas Taufik
Sudahlah ...
mari kita sudahi kegaduhan ini.
Mengapa bohong kepada nurani, mas Taufik?
Mengapa kegaduhan di SH Terate terus panjenengan pelihara?
Mengapa panjenengan adu saudara dengan saudara demi sebuah jabatan "ketua"?
Pengakuan macam manakah dan dari siapakah yang panjenengan harapkan?
Siapakah sutradara yang melakonkan panjenengan seperti ini?
Demi kepentingan apakah dan siapakah semua ini, mas Taufik?
Ataukah karena titipan pesan seorang Sekjend partai tertentu?
Jika sudah pola pikir seperti panjenengan ini terus dikembangkan, maka tidak akan ada bedanya SH Terate dengan organisasi murni, yang menghalalkan segala cara untuk merengkuh kekuasaan, untuk menjadi ketua.
Dan jika ini yang panjenengan kehendaki, maka jangan salahkan jika kami bertanya "mau dibawa kemana SH Terate ini mas Taufik?"
*Sudahlah, mas Taufik, memimpin SH Terate itu berat, biarlah saudara di Madiun saja yang memimpin, yang lebih pengalaman among rasa paseduluran.*
Kami tidak butuh jargon yang tinggi-tinggi dan janji-janji yang muluk sebagaimana partai politik.
Buat apa organisasi modern tetapi rusak rasa persaudaraan.
Yang lebih kami butuhkan adalah seorang pemimpin yang bisa mengayomi kami dengan rasa asah, asih dan asuh yang selama ini menjadi marwah SH Terate.
Dan mohon maaf, sifat kepemimpinan itu belum tampak di diri panjenengan.
Panjenengan masih lebih kepada upaya mempertahankan kekuasaan ketua, sebagaimana terjadi di partai politik, dan bukan kepada lebih menjaga rasa persaudaraan.
Mas Taufik, sudahlah.
Panjenengan sah sebagai ketua 2016 dan cukup hanya itu.
Kami hargai itu karena apapun panjenengan tetap saudara kami.
Meski sebentar, panjenengan sudah mewarnai SH Terate. Matursuwun.
Sekarang dan ke depan, mari kita jaga bersama guyup rukun di SH Terate ini.
Padepokan tetap aman, latihan rutin tetap jalan, aktifitas jalan normal. Saudara-saudara yg ziarah ke makam *Tokoh-tokoh pendiri dan leluhur SH Terate dan mas Tarmadji* lalu singgah silaturahmi ke Padepokan semakin banyak.
Semuanya guyup rukun.
Jadi sudahi issue dan hoax negatif tentang padepokan, seakan suasana tidak kondusif, dari pihak panjenengan (terutama letkol Hariyono alias Danirio Harimau ( untuk beliau ini sebaiknya diberi kursus kejujuran kepada nurani)).
Pintu Padepokan selalu terbuka bagi panjenengan dan kawan-kawan, dengan sebuah kunci, *permintaan maaf*.
Dan juga alangkah cantik dan eloknya jika panjenengan berkenan bergabung dengan 163 + 23 cabang (asli) bersama mas Murdjoko untuk menguatkan SH Terate yang kita cintai ini.
Salam takdzim, kebak katresnan.
Adik panjenengan,
Parno,
yang sering ngopi di warung sekitar Padepokan, mencuri dengar wejangan mas Pur, mas Gianto, mas Nur, mas Andreas, mas Topo, mas Gatot, mas Supri, mas Didik, mas Jarwo, mas Bagus, mas Is, mas Pri Letjeng, mas Jaka, mas Rum, mas Yit, mas Wahyu, mas Didik, mas Eko, mas Umar, mas Gianto, mas Heru, mas Golong, mas Ribut, mas Fery, mas Wisang, mas Jolobos, mas Astono, mas Kuncoro, mas Hari Bago, mas Dian, mas Nardi, mas Rosadin dan mas-mas lainnya yang selalu guyup rukun demi rasa persauadaran dan bukan demi jabatan.
Tidak butuh jabatan, kecuali guyup rukun saklawase.
Dari grup tetangga sebelah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar